MENATAP MASA DEPAN
Oleh
Liliyana Amsir
Semuanya dimulai ketika dia
memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Canada. Hubungan kami yang tadinya baik
baik saja kini mulai renggang, yang tadinya selalu ngasih kabar, kini mulai
jarang bahkan sudah tidak pernah lagi. Jujur aku sedih, aku tidak mengerti
kenapa dia berubah begitu cepat, kenapa dia melupakan janjinya begitu cepat.
Aku tahu, tidak mudah menjalani hubungan jarak jauh tapi bagaimana dengan janji
sehidup semati kita. Bagaimana dengan janji kelingking yang selalu kita kaitkan
ketika hendak berpisah. Rupanya kamu telah melupakan semuanya.
Aku sedih, aku sangat sedih
mengetahui kamu berubah secepat ini. Aku marah, sangat marah mengetahui aku tidak lagi dihatimu.
Yah, memang benar. Aku masih terlalu muda untuk mengerti makna kata mencintai
tidak harus memiliki, bagiku mencintai berarti komitmen, usaha untuk bisa
mendapatkannya. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk menyusulnys ke Canada dan
sungguh, kenyataannya jauh lebih pahit dari yang kubayangkan.
...................................................................................................................................
“Aku bakal lanjutin kuliah di
Canada” suara Arga memecah keheningan diantara kami berdua.
Yah, kami baru saja menyelesaikan
masa SMA kami dengan pesta kecil kecilan yang aku dan Arga buat. Arga, dia
adalah kekasihku, cinta pertama dan akan jadi cinta terakhirku. Itu janjiku
padanya. Beberapa menit yang lalu dia menyakitiku dengan keputusannya untuk
melanjutkan studynya di Canada.....
“lalu bagaimana dengan aku?” tanyaku,
aku menangis, tentu saja aku menangis, dia kekasihhku dan dia akan kuliah di
luar negeri, kami akan sangat sulit bertemu.
“hey, jangan menangis. Aku kesana
tidak lama, setelah itu aku akan kembali untuk menjadikanmu istri. Apa kamu
bisa menunggu?”
“berapa lama?” tanyaku, dia
terdiam. Aku menatapnya tajam, dia hanya tersenyum. Tersenyum lagi, dia selalu
tersenyum saat aku menangis, dia selalu memamerkan lesung pipinya itu.
Menyebalkan.
“berapa lama kamu akan pergi dan
berapa lama aku harus menunggumu” Arga mengeelus rambutku sayang, lagi lagi dia
tersenyum.
“tidak akan terasa lama selama
kamu menungguku dengan sabar dan percaya”
Itulah percakapan terakhir kami
sebelum Arga pergi ke Canada, aku akan menunggunya, selama apapun aku akan
menunggunya. Itulah komitmenku.
Sejujurnya, yang membuatku sedih
sekarang bukanlah berpisah darinya, namun karena kecewa dengan dirinya,
semenjak kepergiannya ke Canada dia sama sekali tidak pernah menghubungiku.
Sesibuk itukah dirinya sampai tidak ada waktu untukku. Tidak pernah kulewatkan
satu hari tanpa mengiriminya pesan, berharap suatu hari dia akan membalasnya,
namun hasilnya nihil.
Satu tahun berlalu, namun harapan
kecil itu masih kutunggu. Hinggah aku ada pada satu titik dimana aku merasa
bosan dengan diriku sendiri, aku benci dengan diriku yang masih saja menunggu
kabar darinya, aku benci dengan diriku yang selalu menolak untuk membenarkan
perkataan orang orang bahwa Arga telah menikah. Aku tidak percaya itu, aku
tidak percaya Arga telah melupakan janjinya. Meski kadang ada satu waktu aku
merasa cemas, bagaimana jika memang itu benar terjadi, bagaimana jika memang
Arga telah menikah. Tidak, itu tidak mungkin. Arga bukanlah tipe orang yang
akan melupakan janjinya begitu saja.
Waktu berlalu begitu cepat. Hari,
minggu, bulan bahkan tahun berganti. Dan disinilah aku, ditaman tempat terakhir
kami bertemu sebelum dia pergi. Begitucepat waktu berlalu.aku mengasihani
diriku sendiri, lima tahun aku menunggunya. Selama lima tahun itu aku berharap
kabar darinya, dan rupanya aku harus menelan luda untuk keinginan itu.
Tidak tahu sudah berapa banyak
air mata yang kuteteskan untuk pria brengsek itu. Tidak tahu sudah berapa
banyak barang yang kupacahkan karena pria brengsek itu. Tidak tahu sudah berapa
banyak hati yang aku lukai karena pria brengsek itu. Aku kasihan pada diriku
sendiri, aku kasiahan pada diriku yang percaya pada segala janjinya kala itu.
Aku kasihan pada diriku sendiri yang mencintainya begitu tulus hinggahaku tidak
bisa melihat hati yang lain. Aku kasihan pada diriku yang bersikap bodoh dengan menunggunya selama lima
tahun tanpa sekalipun kabar darinya. Adakah yang lebih bodoh dari diriku.
Aku menangis, tak apa, ini akan
menjadi air mata terakhir yang menetes untuknya. Aku akanmelupakannya, aku
hanya harus melupakannya dan setelah itu aku akan bahagia dengan hati lain. Aku
tidak ingin tahu bagaimana dan dimana dia sekarang, tidak lagi. Segalanya telah
berakhir, perasaanku, kebodohanku, semuanya telah berakhir. Tidak ada, dan
tidak akan pernah ada lagi Arga dalam hidup seorang Alin.
..................................................................................................................................
Aku memulai hariku yang baru,aku
memulai hidupku yan baru. Aku tidak akan membahasnya lagi. Sekarang aku memulai
hubungan yang baru dengan Denta, aku tidak mencintainya namun aku akan menjaddi
kekasih yang seetia untuknya.
Dia pria yang baik, dia selalu
sabar menghadapi segala sikap burukku, dia selalu ada saat aku membutuhannya.
Hubungan kami berjalan baik, tidak pernah ada pertengkaran, dia sangat
menyayangiku. Setiap hari selalu ada kejutan untukku. Semuanya terasa manis,
hinggah perlahan bayangan Arga mulai sirna, kini hanya ada Denta dan selamanya
hanya akan ada dia.
“aku boleh tanya sesuatu” kata
denta memulai pertanyaan
“boleh, tapi pertanyaan yang
tidak harus menguras otakku”
Denta tipikal orang yang suka
membolak balikkan kata sehinggah aku selalu kalah berdebat dengannya, dia
cerdas hinggah kadang membuatku minder saat belajar bersama nya. Dia tampan, sangat
tampan.
“tidak akan menguras otakmu, tapi
mungkin sedikit mengura hatimu” sambungnya
Aku meletakkan buku yang kubaca.
Kutatap mata Denta dalam, ada kekecewaan didalam sana, aku melihat kesedihan
dimatanya. Ada apa?,
“apa itu?” tanayku
“apa selama setahun kita bersama
kamu pernah merindukanku?” aku terdiam, otakku memutar kembali masa lalu
bersamanya, aku bahkan tidak pernah terfikirkan akan pertanyaan itu, aku
bertanya pada hatiku, apa pernah dia merindukan sosok Denta, aku tidak mendapat
jawaban. Lagi lagi aku menatap wajahnya, kekecewaan itu masih ada.
“kufikir tidak. Baiklah tidak
apa, “ jawabnya singkat. Aku sungguh merasa malu pada diriku sendiri, Denta
telah memberikan segalanya, dia meberikan aku cinta saat aku sendiri tidak
percaya cinta, dia memberikan aku waktu ketika aku merasa waktu tidak akan
pernah bisa mengobati lukaku. Dia beranjak pergi. Aku menari tangannya.
“jangankan mencintaiku,
merindukanku saja kau tidak pernah” katanya, aku menangis, betpa aku telah
melukai hati pria ini. Betapa egoisnya aku tidak pernah memikirkan perasaannya.
“aku tidak pernah marah saat kamu
menghiraukanku, aku tidak akan pernah marah saat kamu memakiku tanpa alasan
yang jelas. Kau tahu, aku sangat mencintaimu. Aku bertahan denganmu karena
kufikir perlahan lahan kamu akan mencintaiku. Namun sekarang aku sadar, kamu
tidak akan pernah mencintaiku, lalu untuk apa semua ini, untuk apa kamu menyiksa hatimu dengan
bertahan bersamaku. Kamu adalah cinta pertamaku, tapi aku sudah cukup dewasa
untuk mengerti, cinta tidak harus memiliki, sekarang kamu boleh menentukan
kemana hatimu akan kau berikan”
Selangkah, dua langkah, hinggah
kini tubuh Denta tidak lagi kulihat, semua yang denta katakan adalah kebenaran,
aku gadis egois yang hanya memikirkan diri sendiri. Apa yang telah kulakukan,
aku menyia nyiakan hati yang selama ini telah mencintaiku dengan tulus, aku
menyakiti hati yang selalu membuatku tertawa.
......................................................................................................................................................................
NOTE: TUNGGU LANJUTAN CERITANYA YAH!!
Komentar
Posting Komentar