Langsung ke konten utama

Penyesalan yang Tak berujung Part 2




Kududukkan tubuh kecilku di kasur kecil dengan balutan seprai abu abu, perfec, abu abu adalah warna favorite ku. Tidak lama pintu kamar mandi terbuka, dan lagi lagi aku harus melihat wajah gadis itu, oh hidupku begitu menyebalkan. Baiklah Ra, abaikan dia dan fokus pada novelmu saja, terlalu berharga waktu yang kau buang hanya untuk memikirkan gadis kasar itu.
                “yah cewek arrogant, gue ingin kita membuat kesepakatan. Semacam tata tertib didalam kamar ini.” Aku mengabaikan ucapannya itu, terlalu menarik novel yang kubaca dibanding ocehannya itu, namun dia tidak membiarkanku tenang rupanya, dengan kasar dia meraih novelku kemudian membuagnya kelantai, tentu saja aku marah. Sia dia ? berani beraninya mengganggu ketenanganku.
                “lo apa apaan sih, kenapa lo buang, lo fikirlo itu siapa?” teriakku
                “dengarya cewek arrogant, gue paling benci diabaikan, jadi kalau gue bicara lo harus mendengarkan gue. Ngerti” aku tidak bisa menerima perlakuannya kali ini, memangnya dia fikir dia siapa.
                “heeeiii, lo fikir lo ini siapa. Kenapa juga gue harus mendengarkan ocehan tidak jelasmu itu. Jangan lo fikir lo senior lantas gue takut sama lo”
                “berani beraninya lo bentak gue” dia mendorongku hinggah aku terjatuh, aku berdiri kemudian mendekatinya, selangkah, dua langkah dan praaakkkkk. Sebuah tamparan mendarat halus diwajah cantiknya.
                “dengar ya kakak senior yang sangat ingin dihormati, gue ini ingin sekolah dengan tenang disini, gue tidak ingin ada masalah apalagi musuh, tapi jika kakak sendiri yang menawarkan maka aku tidak mungkin menolak. Di Amerika aku bertemu puluhan orang yang seperti kakak dan aku bisa bertahan, jadi tidak akan ada masalah jika berurusan dengan satu orang”
Aku mengambil novelku yang tadi di buang oleh cewek kasar itu. Suasana kamar jadi semakiin menegang, sudahlah, kali ini aku  mengalah. Bukan karena takut, aku hanya tidak ingin mencari masalah. Aku ingin sekolah dengan tenang.  Keatap mungkin menyenangkan , okk let’s go Ra.
                “aku tahu kamu disini! Apa kabar Ra?” suara itu, suara yang selalu berhasil membuatku bergetar. Kupejamkan mataku sesaat, rasa sesak itu kembali mucul. Rasa sakit itu kembali terasa, dan luka itu kembali berdarah.
                “mau apa lagi kamu kesini?”
                “aku merindukanmu Ra” aku berbalik, kini tidak ada lagi jarak diantara kami. Mataku, matanya saling bertatapan. Tidak ada yang berubah dari wajahnya, dia tetap Rian yang tampan, hanya dia sedikit bertambah tinggi dan kulitnya agak lebih putih.
                Astaga, apa yang sedang kufikirkan. Apa aku baru saj memujinya? Yang benar saja. Ku balikkan badanku, memang seharusnya kami begini kan, aku dan dia sudah selesai dan semuanya sudah menjadi masa lalu, masa lalu yang harus aku lupakan.
                “kamu tidak tahu betapa senang aku saat melihatmu di kelas kemarin”
                “berhenti mengatakan hal hal yang membuatku mual. Kamu tahu betapa aku sangat membencimu”
                “kamu membenciku tanpa tahu yang sebenarnya, kamu pergi dan menutup matamu akan kebenaran yang selalu coba kujelaskan. Kamu menutup telingahmu lalu pergi tanpa tahu kebenarannya. Kamu terus berusaha membenciku tanpa sedikitpun alasannya yang mendasarikebencianmu itu. Kekanakan sekali bukan”
                “kamu bilang kekanakan?, kekanakan mana dengan perselingkuhanmu dengan sahabataku, aku pergi dan menutup mataku akan kebenaran? Kebenaran apa lagi yang kamu coba tunjukkan, kebenaran kalau kamu mencium Ani didepanku, aku menutup telingah tanpa tahu kebenaran. Kamu yang kejam Rian, kamu yang jahat jadi stop bersandiwara.”
                Sial, air mata yang selalu coba kubendung akhirnya terjatuh juga.
                “setidaknya beri aku kesempatan untuk menjelaskannya”
                “menjelaskan? Apa lagi yang ingin kamu jelaskan. Sudahlah, aku sudah muak denganmu”
Aku melangkah pergi, selangkah . . . dua langkah . . dan
                “Ani telah meninggal 2 tahun lalu”
Staakkk, langkahku terhenti, air mataku terjatuh. Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau Ani, Ani sahabatku sudah meninggal. Aku berbalik menatap Rian, berusaha tegar dan pura pura tidak perduli  akan ucpan Rian barusan.
“itu bukan lagi urursanku. Bagiku, kamu dan juga Ani sudah mati didalam kehidupanku dua tahun yang lalu”
“bohong, matamu menunjukkan duka. Sudahlah Ra, berhenti pura pura kuat, dan berhenti pura pura membenciku, aku tahu kamu masih sangat menyukaiku, dan akupun merasakan hal yang sama.
“tahu apa kamu tentangku”
“aku tahu semuanya”
“kamu tahu semua tentang Rara yang dulu, bukan Rara yang sekarang”
“kamu salah, Rara yang dulu dan Rara yang sekarang itu sama. Rara yang penyayang dan sabar”
“dan  kamu telah merubah Rara itu sendiri. Kamu telah merubah Rara yang penyayang menjadi Rara yang tidak punya rasa sayang lagi. Kamu merubah Rara yang sabar menjadi Rara yang arrogant. Kamu mengajarkan apa itu kasih sayang, apa itu cinta. Tapi diwaktu yang sama, kamu mengajarkanku, betapa bullsitnya rasa sayang itu, betapa sia sianya rasa sabar itu dipeliharaa.”
“pura puralah tidak mengenalku. Rian”
Aku pergi dari tempat itu, namun perkataan Rian selalu saja berputar diotakku, bagai kaset rusak. “Ani sudah meninggal”  apa dia mencoba menipuku lagi. Tapi bagaimana jika memang benar kalau Ani, tidak, aku harus memastikannya sendiri.
...........................................................................................................................................
Memang benar, Ani telah meninggal dua tahun lalu karena kenker otak yang menggerogoti tubuhnya, dia menyembunyikan penyakitnya darimu, kenapa? Karena ia tidak ingin membuatmu kwatir, dia menyayangimu melebihi dirinya sendiri, dia bahkan melepaskan perasaannya untuk Rian demi kamu, kamu tahu Ani sangat menyukai Rian, namun begitu Rapi ia menyembunyikan perasaanya untuk Rian, demi siapa? Demi kamu, dia tidak ingin melukai hati sahabatnya, namun apa balasanmu, kamu pergi tanpa membiarkan dia menjelaskan semuanya. Dia melewati masa masa sulitnya namun tidak pernah seharipun tanpa menanyakan kabaramu, kamu kemana? Berbagai cara kami menguhubungimu namun tidak pernah sekalipun ada balasan darimu. Hinggah saat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Kamu tahu Rara, kamu adalah sahabat yang paling kejam.
Perkataan ibu Ani bagaikan cambukan keras untukku. Air mata ini kembali menetes, sahabat macam apaa kamu Ra, kamu bahkan tidak ada saat sahabat satu satunya yang kau punya melewati masa kritisnya, memang benar, kamu adaalah sahabat yaang kejam, kamu egois Ra.
Tidak henti hentnya aku menyalahkan diriku sendiri. Inikah kebenaran yang coba mereka jelaskan. Inikah kebenaran yang selalu kuabaikan itu.
“maafkan aku, maafkan aku Ani. “ aku menangis sejadi jadinya, sebuah tangan kekar mengusap punggungku dari arah belakang.
“iklashkan Ani” orang itu adalah Rian, dia kemudian duduk disampingku. Kutatap mata itu dalam dalam. Penuh kecemasan, penuh kasih sayang. Inikah pria yang selama ini coba kubenci, inikah kebenaran bahwa sesungguhnya aku sangat mencintainya.
“bisa kau ceritakan semuanya” pintaku dengan air mata yang terus mengalir.
..................................................................................................................................................
FLASH BACK
Siang itu ditaman ini, Ani memintaku untuk menemuinya, ada sesuatu hal yang penting yang ingin dia bicarakan denganku, awalnya aku ingin mengajakmu namun kulihat kau sangat serius belajar, aku tidak ingin mngganggu konsentrasimu, jadi kuputuskan untuk pergi sendiri.
“Ani, kamu sudah lama menunggu ya” tanyaku merasa tidak enak
“lumayan, kamu duduk duludeh”
“hal apa yang ingin kamu bicarakan denganku” saat ku tanyakan itu, Ani justru menangis. Aku bingung, aku merasa tidak mengatakan hal yangg salah. Diselah tangisnya ia bercerita kalau dia terrkena kanker otak. Aku shock, aku benar benar tidak menyangka kalau anak seceria Ani ternyata menyimpan duka dan sakit yang serius.
“aku akan mengatakan hal ini pada Rara” kataku sambil mengelus  pundaknya
“tidak, jangan katakan padaanya. Aku tidak ingin membuatnya cemas”
“lalu apa yang akan kaamu lakukan” aku benar benr tidak tahu bagaimn jalan fikiran Ani saat itu, sampai dia memohon agar aku menciumnya didepanmu
“apa kamu suddah gila? Mana mungkin aaku menciummu didepan Rara, itu akan sangatmelukai hatinya”
“aku mohon, aku hanya ingin Rara membenciku, aku tidak ingin menyusahkannya karena penyakitku ini”
“Tapi Ani, Rara akan sangat marah, Rara akan sangat membenci  kita. Aku tidak bisa melakukan itu”
“demi aku Rian, ini hanya semeentara. Rasa benci Rara akan segerah hilang jika dia sudah tahu kebenarannya”
“lalu bagaiman dia akan tahu kebenaran itu, jika teru saja menyembunyikannya”
“akan ada saatnya nanti”
Dan saat itu kamu datang, Ani memintaku untuk melakukannya. Aku tidak mungkin menolak permintaan Ani, yah aku melakukannya, tapi sebenarnya, kita tidak benar benar berciuman, Ani mengatakan kalau aku tidak akan pernah bisa menciumnya karena menghargai hubunganku denganmu. Dan setelah kamu pergi, aku benar benar blang. Dia menangis meminta maaf.
Tiga hari setelah kejadian itu, dia down dan segera dilarikan kerumah sakit, kondisinya memburuk, dia terus memanggil namamu, dia terus meminta maaf padamu. Hinggah ia menghembuskan nafas terakhirnya.
...................................................................................................................................
Aku menangis mendengar cerita Rian, bagaimanaa mungkin ia menyimpan penyaitnya begitu rapi,
“Ani, mengapa kamu melakukan itu” teriakku hissteris. Tidak, aku tidakbisa menerima ini. Aku menghabiskan waktuku untuk membencinya dan dia menghabiskan sisa umurnya untuk memikirkanmu. Betapa bodoh aku ini
“dia sangat menyayangimu, baginya kamu bukan sekedar sahabat namun juga saudara”
“mana ada saudara yang meninggalkan saudaranya dimasa sulitnya”
“kamu  tidak perlu menyalahkan dirimu, ini bukan sepenuhnya kesalahanmu. Kamu melakukan itu karena kamu tidak tahu yang sebenarnya”
“betapa bodohnya aku ini. Ani maafkan aku”
....................................................................................................................................
Rian mengantarku ke makam Ani, setelah dua tahun kepergiannya dan aku baru mengunjunginya sekarang
“saat ini ani pasti sedang tersenyum” aku menatap Rian
“yah, karena sahabat yang selama ini ditunggunya akhirnya datang juga”
Aku tidak akan pernah melupakan kesetiaanmu ini Ani, maafkan aku Ani. Aku sungguh menyesal.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Gadis Murahan

Author by Liliyana                           Hembusan angin menerbangkan rambut panjang ku yang kubiarkan terurai. Pandanganku kosong menatap hamparan laut yang membentang luas. Sekejap kenangan buruk kembali mengacaukan fikiranku. Ada begitu banyak beban didalam hati ini, ada begitu banyak keraguan yang berusaha kusembunyikan, ada begitu banyak hal yang berusaha kuyakinkan bahwa semuanya akan baik baik saja, ada begitu banyak perih yang tertahan.

Untuk Kalian Para Sahabat Part II

            Mulainya dari mana?, saya selalu bingung  jika harus bercerita tentang kehidupan pribadi. Sebelumnya saya sudah pernah menulis hal yang sama, tentang saya dan para sahabat, bagaimana kami bertemu, itu sekitar dua tahun yang lalu. Kali inipun sama, saya akan menulis beberapa bait paragraf untuk mereka, untuk para sahabat terhebat yang sampai sekarang masih setia menemani.             Apa yang istimewa dari mereka? Entah, mereka memiliki sisi keunikan yang berbeda, mereka memiliki pola pikir yang berbeda, mereka memiliki cara pandang yang berbeda. Saya terkadang kesulitan memahami mereka, kadang saya berfikir bagaimana menjadi orang baik untuk para sahabat saya, saya ingin melakukan hal yan bisa mereka ingat, yang bisa mereka kenang dikemudian hari, bahkan saat saya tidak lagi disisi mereka(mungkin suatu hari). Masing masing dari kami memiliki kekurangan, kami sama sama tau itu, masing...

ARIANA

ARIANA Oleh Liliyana Amsir Awalnnya, kufikir jika aku mencintainya dengan tulus, cepat atau lambat dia akan berbalik mencintaiku, kufikir cukup aku saja yang mencintainya, cukup aku saja yang perduli padanya, cintaku saja sudah cukup untukk kami berdua, dengan aku yang sangat mencintainya saja sudah cukup untuuk mempertahankan hubungan kami, dengan cintaku yang tulus ini sudah lebih dari cukup untuuk kami berdua, namun aku salah, cintaku saja tidak cukup dan tidak akaan pernah cukup untuk kami berdua, cinta tulusku saja tidak   akan cukup untuk mempertahankan hubungan kami. Dan pada akhirnya aku sadar, dia tidak   akan pernah mencintaiku, bagaimanapun lamanya aku menunggu, dia tidak akan pernah membalas cintaku. Aku telah menyerah dengannya, aku mencintainya namun aku tidak ingin selamanya jadi orang bodoh yang dibutakan oleh cinta, aku mencintainya bahkan sangat mencintainya namun tidak ada gunanya bila dia tidak merasakan hal yang sama. Aku lelah dengan hubunga...