Kududukkan tubuh kecilku di
kasur kecil dengan balutan seprai abu abu, perfec, abu abu adalah warna
favorite ku. Tidak lama pintu kamar mandi terbuka, dan lagi lagi aku harus
melihat wajah gadis itu, oh hidupku begitu menyebalkan. Baiklah Ra, abaikan dia
dan fokus pada novelmu saja, terlalu berharga waktu yang kau buang hanya untuk
memikirkan gadis kasar itu.
“yah
cewek arrogant, gue ingin kita membuat kesepakatan. Semacam tata tertib didalam
kamar ini.” Aku mengabaikan ucapannya itu, terlalu menarik novel yang kubaca
dibanding ocehannya itu, namun dia tidak membiarkanku tenang rupanya, dengan
kasar dia meraih novelku kemudian membuagnya kelantai, tentu saja aku marah.
Sia dia ? berani beraninya mengganggu ketenanganku.
“lo
apa apaan sih, kenapa lo buang, lo fikirlo itu siapa?” teriakku
“dengarya
cewek arrogant, gue paling benci diabaikan, jadi kalau gue bicara lo harus
mendengarkan gue. Ngerti” aku tidak bisa menerima perlakuannya kali ini,
memangnya dia fikir dia siapa.
“heeeiii,
lo fikir lo ini siapa. Kenapa juga gue harus mendengarkan ocehan tidak jelasmu
itu. Jangan lo fikir lo senior lantas gue takut sama lo”
“berani
beraninya lo bentak gue” dia mendorongku hinggah aku terjatuh, aku berdiri kemudian
mendekatinya, selangkah, dua langkah dan praaakkkkk. Sebuah tamparan mendarat
halus diwajah cantiknya.
“dengar
ya kakak senior yang sangat ingin dihormati, gue ini ingin sekolah dengan
tenang disini, gue tidak ingin ada masalah apalagi musuh, tapi jika kakak
sendiri yang menawarkan maka aku tidak mungkin menolak. Di Amerika aku bertemu
puluhan orang yang seperti kakak dan aku bisa bertahan, jadi tidak akan ada masalah
jika berurusan dengan satu orang”
Aku mengambil novelku yang tadi
di buang oleh cewek kasar itu. Suasana kamar jadi semakiin menegang, sudahlah,
kali ini aku mengalah. Bukan karena
takut, aku hanya tidak ingin mencari masalah. Aku ingin sekolah dengan tenang. Keatap mungkin menyenangkan , okk let’s go
Ra.
“aku
tahu kamu disini! Apa kabar Ra?” suara itu, suara yang selalu berhasil
membuatku bergetar. Kupejamkan mataku sesaat, rasa sesak itu kembali mucul.
Rasa sakit itu kembali terasa, dan luka itu kembali berdarah.
“mau
apa lagi kamu kesini?”
“aku
merindukanmu Ra” aku berbalik, kini tidak ada lagi jarak diantara kami. Mataku,
matanya saling bertatapan. Tidak ada yang berubah dari wajahnya, dia tetap Rian
yang tampan, hanya dia sedikit bertambah tinggi dan kulitnya agak lebih putih.
Astaga,
apa yang sedang kufikirkan. Apa aku baru saj memujinya? Yang benar saja. Ku
balikkan badanku, memang seharusnya kami begini kan, aku dan dia sudah selesai
dan semuanya sudah menjadi masa lalu, masa lalu yang harus aku lupakan.
“kamu
tidak tahu betapa senang aku saat melihatmu di kelas kemarin”
“berhenti
mengatakan hal hal yang membuatku mual. Kamu tahu betapa aku sangat membencimu”
“kamu
membenciku tanpa tahu yang sebenarnya, kamu pergi dan menutup matamu akan kebenaran
yang selalu coba kujelaskan. Kamu menutup telingahmu lalu pergi tanpa tahu
kebenarannya. Kamu terus berusaha membenciku tanpa sedikitpun alasannya yang
mendasarikebencianmu itu. Kekanakan sekali bukan”
“kamu
bilang kekanakan?, kekanakan mana dengan perselingkuhanmu dengan sahabataku,
aku pergi dan menutup mataku akan kebenaran? Kebenaran apa lagi yang kamu coba
tunjukkan, kebenaran kalau kamu mencium Ani didepanku, aku menutup telingah
tanpa tahu kebenaran. Kamu yang kejam Rian, kamu yang jahat jadi stop
bersandiwara.”
Sial,
air mata yang selalu coba kubendung akhirnya terjatuh juga.
“setidaknya
beri aku kesempatan untuk menjelaskannya”
“menjelaskan?
Apa lagi yang ingin kamu jelaskan. Sudahlah, aku sudah muak denganmu”
Aku melangkah pergi, selangkah .
. . dua langkah . . dan
“Ani
telah meninggal 2 tahun lalu”
Staakkk, langkahku terhenti, air
mataku terjatuh. Bagaimana mungkin aku tidak tahu kalau Ani, Ani sahabatku
sudah meninggal. Aku berbalik menatap Rian, berusaha tegar dan pura pura tidak
perduli akan ucpan Rian barusan.
“itu bukan
lagi urursanku. Bagiku, kamu dan juga Ani sudah mati didalam kehidupanku dua
tahun yang lalu”
“bohong,
matamu menunjukkan duka. Sudahlah Ra, berhenti pura pura kuat, dan berhenti
pura pura membenciku, aku tahu kamu masih sangat menyukaiku, dan akupun
merasakan hal yang sama.
“tahu apa
kamu tentangku”
“aku tahu
semuanya”
“kamu tahu
semua tentang Rara yang dulu, bukan Rara yang sekarang”
“kamu salah,
Rara yang dulu dan Rara yang sekarang itu sama. Rara yang penyayang dan sabar”
“dan kamu telah merubah Rara itu sendiri. Kamu telah
merubah Rara yang penyayang menjadi Rara yang tidak punya rasa sayang lagi.
Kamu merubah Rara yang sabar menjadi Rara yang arrogant. Kamu mengajarkan apa
itu kasih sayang, apa itu cinta. Tapi diwaktu yang sama, kamu mengajarkanku,
betapa bullsitnya rasa sayang itu, betapa sia sianya rasa sabar itu
dipeliharaa.”
“pura puralah
tidak mengenalku. Rian”
Aku pergi
dari tempat itu, namun perkataan Rian selalu saja berputar diotakku, bagai
kaset rusak. “Ani sudah meninggal” apa dia mencoba menipuku lagi. Tapi bagaimana
jika memang benar kalau Ani, tidak, aku harus memastikannya sendiri.
...........................................................................................................................................
Memang benar, Ani telah meninggal dua tahun
lalu karena kenker otak yang menggerogoti tubuhnya, dia menyembunyikan
penyakitnya darimu, kenapa? Karena ia tidak ingin membuatmu kwatir, dia
menyayangimu melebihi dirinya sendiri, dia bahkan melepaskan perasaannya untuk
Rian demi kamu, kamu tahu Ani sangat menyukai Rian, namun begitu Rapi ia
menyembunyikan perasaanya untuk Rian, demi siapa? Demi kamu, dia tidak ingin
melukai hati sahabatnya, namun apa balasanmu, kamu pergi tanpa membiarkan dia
menjelaskan semuanya. Dia melewati masa masa sulitnya namun tidak pernah
seharipun tanpa menanyakan kabaramu, kamu kemana? Berbagai cara kami
menguhubungimu namun tidak pernah sekalipun ada balasan darimu. Hinggah saat ia
menghembuskan nafas terakhirnya. Kamu tahu Rara, kamu adalah sahabat yang
paling kejam.
Perkataan ibu
Ani bagaikan cambukan keras untukku. Air mata ini kembali menetes, sahabat
macam apaa kamu Ra, kamu bahkan tidak ada saat sahabat satu satunya yang kau
punya melewati masa kritisnya, memang benar, kamu adaalah sahabat yaang kejam,
kamu egois Ra.
Tidak henti
hentnya aku menyalahkan diriku sendiri. Inikah kebenaran yang coba mereka
jelaskan. Inikah kebenaran yang selalu kuabaikan itu.
“maafkan aku,
maafkan aku Ani. “ aku menangis sejadi jadinya, sebuah tangan kekar mengusap
punggungku dari arah belakang.
“iklashkan Ani”
orang itu adalah Rian, dia kemudian duduk disampingku. Kutatap mata itu dalam
dalam. Penuh kecemasan, penuh kasih sayang. Inikah pria yang selama ini coba
kubenci, inikah kebenaran bahwa sesungguhnya aku sangat mencintainya.
“bisa kau
ceritakan semuanya” pintaku dengan air mata yang terus mengalir.
..................................................................................................................................................
FLASH BACK
Siang itu
ditaman ini, Ani memintaku untuk menemuinya, ada sesuatu hal yang penting yang
ingin dia bicarakan denganku, awalnya aku ingin mengajakmu namun kulihat kau
sangat serius belajar, aku tidak ingin mngganggu konsentrasimu, jadi kuputuskan
untuk pergi sendiri.
“Ani, kamu
sudah lama menunggu ya” tanyaku merasa tidak enak
“lumayan,
kamu duduk duludeh”
“hal apa yang
ingin kamu bicarakan denganku” saat ku tanyakan itu, Ani justru menangis. Aku bingung,
aku merasa tidak mengatakan hal yangg salah. Diselah tangisnya ia bercerita
kalau dia terrkena kanker otak. Aku shock, aku benar benar tidak menyangka
kalau anak seceria Ani ternyata menyimpan duka dan sakit yang serius.
“aku akan
mengatakan hal ini pada Rara” kataku sambil mengelus pundaknya
“tidak, jangan
katakan padaanya. Aku tidak ingin membuatnya cemas”
“lalu apa
yang akan kaamu lakukan” aku benar benr tidak tahu bagaimn jalan fikiran Ani
saat itu, sampai dia memohon agar aku menciumnya didepanmu
“apa kamu
suddah gila? Mana mungkin aaku menciummu didepan Rara, itu akan sangatmelukai
hatinya”
“aku mohon,
aku hanya ingin Rara membenciku, aku tidak ingin menyusahkannya karena
penyakitku ini”
“Tapi Ani,
Rara akan sangat marah, Rara akan sangat membenci kita. Aku tidak bisa melakukan itu”
“demi aku
Rian, ini hanya semeentara. Rasa benci Rara akan segerah hilang jika dia sudah
tahu kebenarannya”
“lalu
bagaiman dia akan tahu kebenaran itu, jika teru saja menyembunyikannya”
“akan ada
saatnya nanti”
Dan saat itu
kamu datang, Ani memintaku untuk melakukannya. Aku tidak mungkin menolak
permintaan Ani, yah aku melakukannya, tapi sebenarnya, kita tidak benar benar
berciuman, Ani mengatakan kalau aku tidak akan pernah bisa menciumnya karena
menghargai hubunganku denganmu. Dan setelah kamu pergi, aku benar benar blang. Dia
menangis meminta maaf.
Tiga hari
setelah kejadian itu, dia down dan segera dilarikan kerumah sakit, kondisinya
memburuk, dia terus memanggil namamu, dia terus meminta maaf padamu. Hinggah ia
menghembuskan nafas terakhirnya.
...................................................................................................................................
Aku menangis
mendengar cerita Rian, bagaimanaa mungkin ia menyimpan penyaitnya begitu rapi,
“Ani, mengapa
kamu melakukan itu” teriakku hissteris. Tidak, aku tidakbisa menerima ini. Aku menghabiskan
waktuku untuk membencinya dan dia menghabiskan sisa umurnya untuk memikirkanmu.
Betapa bodoh aku ini
“dia sangat
menyayangimu, baginya kamu bukan sekedar sahabat namun juga saudara”
“mana ada
saudara yang meninggalkan saudaranya dimasa sulitnya”
“kamu tidak perlu menyalahkan dirimu, ini bukan
sepenuhnya kesalahanmu. Kamu melakukan itu karena kamu tidak tahu yang
sebenarnya”
“betapa bodohnya
aku ini. Ani maafkan aku”
....................................................................................................................................
Rian mengantarku
ke makam Ani, setelah dua tahun kepergiannya dan aku baru mengunjunginya sekarang
“saat ini ani
pasti sedang tersenyum” aku menatap Rian
“yah, karena
sahabat yang selama ini ditunggunya akhirnya datang juga”
Aku tidak
akan pernah melupakan kesetiaanmu ini Ani, maafkan aku Ani. Aku sungguh
menyesal.
Komentar
Posting Komentar