DIARY HATI
Oleh Liliyana.Amsir
“Maafkan aku karena telah
meninggalkanmu. Maafkan aku karena telah mencampakanmu. Maafkan aku yang selalu
menyakiti dan membuatmu kecewa. Sekarang kamu sudah dewasa, kamu tentu tahu
siapa yang benar benar mencintaimu dan siapa yang hanya mempermainkanmu, aku
tahu kamu bukan gadis bodoh” kataku melipat kedua tangan
“yah, kamu
benar. Aku sudah cukup dewasa untuk memahami semuanya tapi, semakin aku mencoba
memahaminya, justru aku semakin tidak mengerti dan terjebak dalam situasi yang
menyedihkan ini. Katakan padaku, apa yang harus kulakukan agar aku bisa
mengerti semua ini. Yang kutau hanya satu, aku mencintaimu dan kamu juga
mencintaiku”. Jawab Ana
“harus
berapa kali aku bilang kalau aku tidak mencintaimu” teriakku dengan nada kasar
“kau bohong”
timpanya
“apa?”
“kamu bohong
jika kamu bilang tidak mencintaiku, aku bisa melihat ketulusan dari matamu”
“kau tahu
pria, hampir semua pria itu penipu. Pria sepertiku sama sekali tak punya
ketulusan, kamu tahu itukan, kamu tahu segalanya tentangku, pergilah . . . aku
bukan pria yang baik untukmu, kamu pantas bahagia”.
“aku tidak
mau”
“terserah”,
aku beranjak pergi dari tempat itu, tempat yang menyimpan banyak kenangan
antara aku dan Ana.
Namaku Ardi,
kehidupanku begitu buruk dan membosankan, Alkohol, Sabu2 adalah teman setiaku
setiap malam. Aku hidup didunia yang kotor dan bergaul dengan orang orang yang
kotor pula, jujur aku tak punya alasan untuk hidup. Sejak aku dalam kandungan,
ayah meninggalkan aku dan ibu, entahlah apa cerita itu benar atau nggak, hanya
saja ibu selalu mengatakannya. Aku sering bertanya kepada ibu, “kenapa ayah
meninggalkan kita?” tapi ibu hanya tertawa dan berkata “belum saatnya kamu tahu, kamu harus
memikirkan masa depanmu”, meskipun demikian, aku dan ibu tetap bisa hidup
meskipun hanya hidup seadanya. Aku sangat menyayangi ibuku bahkan lebih dari
diriku sendiri, dia bekerja siang malam hanya agar aku bisa sekolah, tapi 2
tahun yang lalu ibu meninggalkan aku, dia pergi untuk selamanya. Saat itulah
aku membenci hidup ini, aku merasa hidup ini sangat tak adil, aku . . aku
sangat sedih.
...........................................................................
Flash
Back
“ibu anda harus segera dioperasi?” ujar Dr.Soo
“kenapa
ibuku harus dioperasi, dia sakit apa Dok?” tanyaku cemas
“ibu anda
terkena Kanker Paru Paru, ini sudah stadium akhir, jika tidak segera diambil
tindakan, Saya khwatir ibumu tidak akan tertolong lagi”
“baiklah,
lakukan yang terbaik untuk ibuku, aku mohon selamatkan ibuku”
“tapi terlebih
dahulu anda harus melunasi biaya Administrasinya”
Aku terdiam, air mata mulai mengalir, jantungku seakan
berhenti berdetak
“Bb..
.berapa biayanya?” tanyaku
“50 juta”
Aku melongo mendengarnya, seluruh tubuhku terasa melemah
seakan tak ada tulang, kutarik nafas dalam dalam,mencoba menenankan fikiran dan
terus bersikir dalam hatiku, aku sangat berharap Allah menolongku kali ini.
“dokter,
saat ini aku tidak punya uang seebanyak itu, tapi tolong operasi dulu ibuku,
nanti aku akan berusaha mencari uang. Aku mohon”
“maafkan
aku, tapi aku tidak bisa melakukan operasi jika anda tidak melunasi biaya
administrasinya”
Melihat keadaan ibuku yang terbaring melemah, aku sedih,
sangat sedih. Kubanting semua perabotan yang ada diruangan dokter sialan itu,
dokter yang tidak punya hati nurani, dokter yang mengabaikan kami orang miskin,
sebenarnya apa gunanya dokter bila hanya utnuk orang yang punya uang, bagaimana
nasib kami orang miskin, dokter itu menolak untuk mengoperasi ibuku hanya
karena kami tak punya uang, bagaimana bisa aku mendapatkan uang sebanyak itu
dalam sekejap, kugenggam tangan ibuku, air mata mulai menetes, rasa sedih,
marah, kecewa, semuanya bercampur, membuat hatiku meringgis.
“kamu jangan
menangis Ardi, kamu itu segalahnya untuk ibu, ibu sangat menyanyangimu” gerutu
ibuku lembut. Mendengar kata ibu, hatiku justru tambah sakit, untuk apa aku
dilahirkan bila nyatanya aku tidak bisa merawat dan melindungi ibuku.
“sejak kapan
ibu menderita penyakit ini, kenapa ibu tidak pernah bilang” tanyaku sayu
“saat kamu
masih ada didalam kandunganku” jawab ibu
“itu sudah
sangat lama, kenapa ibu tidak pernah cerita mengenai hal ini”
“kamu sering
bertanya, kenapa ayahmu meninggalkan ibu disaat kamu masih didalam kandungan.
Ibu rasa sudah saatnya kamu tahu”
“katakanlah”
“dulu
hubungan ayah dan ibu sangatlah baik, banyak yang bilang kami ini sangat
serasi, tapi pada saat hari yang kami tunggu tunggu didunia ini, hari dimana
aku tahu kalau aku hamil, aku sangat senang ketika dokter mengatakan aku sedang
mengandung, tapi dokter juga memfonis ibu terkena kanker paru paru, ayahmu
kaget dan sangat terpukul, ayahmu sangat mencintaiku dan juga kamu nak, aku
bisa melihat ketulusan itu saat dokter berkata kalau ibu hamil. Tapi, entah
angin apa yang membuat ayahmu berubah, seminggu setelah kejadian itu, ayahmu
jadi berubah, dia sangat kasar, tak lama kemudian ayahmu pergi tanpa sepata
kata. Sampai saat ini, ibu tidak pernah mendengar kabar tentangnya lagi.
“jadi,
selama 21 tahun ini ibu menderita kanker”
“tidak, 2
bulan setelah ayahmu pergi ibu mendapat rujukan untuk melakukan operasi secara
gratis tapi dokter bilang kalau kankernya sudah menyebar dan kandungan ibu
harus digugurkan, ibu tidak terima hal itu, ibu menolaknya dengan keras,
kemudian dokter memberikan solusi, selama ibu hamil, dokter hanya melakukan
kemo, dan seminggu setelah kau dilahirkan barulah ibu melakukan operasi.
Setelah operasi dan dicek, kanker ibu 100% bersih, tapi dua tahun belakang ini
ibu merasakan hal aneh, ternyata memang benar kalau kanker itu ada lagi. Ardi,
ibu tidak punya waktu lagi, ibu mohon jaga dirimu baik baik, ibu akan selalu
ada dihatimu. Selamanya.
Ibu menutup
matanya, ekspersinya masih nampak jelas diingatanku, saat dia bilang dia sangat
menyayangiku, saat itu aku merasa bahwa Allah tidak adil, Allah sangat tidak
adil, dia mengambil ayah sejak aku dikandungan, sekarang dia juga mengambil
ibuku, semua mimpi yang telah kudambakan bersama ibu, menjadi orang sukses dan
membuat ibu bahagia, kini musnah, semuanya hilang bagai diterpa angin, semua
mimpi, cita cita hilang bersama bayang ibuku, mungkin ibu sedang menatapku dari
atas sana, mungkin juga dia sedang menangis melihat keadaanku sekarang, aku
nggak tahu bagaimana cara hidup yang baik, dulu selalu ada ibu yang mengajariku
arti hidup, mengajari aku hidup yang baik.
Saat itulah,
aku sangat benci dengan hidupku, terlebih lagi aku sangat membeci dokte, tapi
justru orang yang sangat aku cintai memutuskan untuk menjadi dokter, yyaaa Ana
adalah orang yang sangat aku cintai, aku mencintainya karena dia bisa menerima
aku apa adanya, dia mampu untuk bertahan meskipun aku sering kasar padanya,
tapi mimpinya yang membuat kita tidak bisa bersama, aku juga tidak bisa
menghancurkan impiannya, aku tidak ingin orang yang aku cintai bimbang antara
aku atau cita citanya, meninggalkannya adalah hal yang mungkin paling baik
untuk kami, itulah kali terakhir aku bertemu dengan Ana, meskipun hidupku yang
kujalani tetap tak berarti tetapi semuanya serasa lebih baik setelah aku
pacaran dengan Ana, aku seakan mendapat ilham dari Allah, kini hidupku menjadi
lebih baik meski tanpa Ana, Ayah, dan ibuku.
Aku ingin
hidup seperti ini selamanya. . .
Komentar
Posting Komentar